Label

Minggu, 29 Januari 2012

Mengenal Paroki HAK Wolowaru..........

oleh: chris djoka ringgi sengga


Menengok eksistensi Paroki Hati Amat Kudus (HAK) Wolowaru, tentunya tidak bisa dilepaskan dari peran umat sejak awal berdirinya Gereja serta paroki tersebut.
Gereja HAK Wolowaru (Des_2011)
Terletak di Pusat Kecamatan Wolowaru, dan berjarak sekitar 64 km dari pusat Kabupaten Ende, serta sektiar 70 km dari Pusat Keuskupan Agung Ende, Paroki HAK Wolowaru kini menatap hari untuk menyongsong masa menuju Pesta Intan. Sebuah pertanda, bahwa gereja dan paroki tersebut telah memasuki usia yang tidak muda lagi.
Selama 75 tahun menjalankan karya pelayan pastoral di Wolowaru dan sekitarnya, Paroki HAK Wolowaru, juga telah berperan besar dalam memajukan Wolowaru dalam berbagai aspek, dan lebih khusus lagi terkait dengan aspek pembangunan imat umat.
Menyongsong 75 tahun paroki, alangkah eloknya kalau kita juga kembali melihat kebelakang, untuk menapaktilasi sebuah perjalanan panjang kehadiran Paroki HAK Wolowaru, yang tentunya tidak terlepas juga dari beragam tantangan yang dihadapi, terutama pelayanan awal bagi kehidupan iman umat yang berada pada daerah pedalaman yang menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para pastor yang berkarya.
Beragam medan berbahaya, tentunya menjadi sebuah “santapan” serta menu harian bagi para pembawa kabar gembira diawal perjalanan paroki. Sebelum adanya akses yang “lumayan” memadai seperti saat ini, pelayanan kepada umat di pelosok dan pedalaman tentu sangatlah sulit.
Medan berat pegunungan dan jurang serta ngarai, harus dilalui. Sebuah tantangan yang mau tidak mau mesti dilalui, karena kondisi topografi wilayah yang mayoritas berupa pegunungan, dan satunya-satunya yang bisa ditempuh hanyalah dengan berjalan kaki atau menggunakan kuda.
Aksesibilitas pada awal pelayanan hanya berupa jalan trans Flores yang berdasarkan sejarahnya telah terbangun sejak tahun 1929, sedangkan untuk menuju stasi-stasi di pedalaman hanya mengandalkan jalan setapak atau jalur tradisional yang biasa dilewati masyarakat pada masa  itu.
Tahun 1937, merupakan tonggak awal berdirinya Gereja HAK Wolowaru. Seorang pastor misionaris SVD dari Belanda, menjadikan Wolowaru masuk dalam lembaran sejarah Gereja Flores. Bahu membahu, bersama dengan para umat di masa-masa awal, Gereja HAK Wolowaru akhirnya berdiri dengan megahnya.
Menelisik kondisi dan situasi saat ini, dapatlah dibayangkan betapa luar biasanya perjuangan pastor dan seluruh umat kala itu, yang sejak awal merintis hingga terbangunnya sebuah bangunan megah dengan gaya khas Gothic yang diusungnya telah mencerminkan sebuah kebersamaan yang luar biasa yang dapat menjadi bahan refleksi bagi kita semua..... umat saat ini.
Tonggak awal telah berdiri, dalam bentuk sebuah bangunan megah bergaya Gothic bernama Gereja Katholik Wolowaru. Sebuah gereja dengan dengan jumlah umat yang tentunya juga masih sedikit, pada masa itu bergabung dalam sebuah Paroki Maria Imacullata Jopu yang berjarak sekitar 4 km.
Sebuah mimpi untuk menjadi paroki tersendiri akhirnya terjawab, dimana pada tahun 1939, terbitlah sebuah keputusan berupa pemekaran stasi Wolowaru untuk kemudian menjadi sebuah paroki tersendiri.
Kini, setelah hampir 75 tahun keberadaan Paroki HAK Wolowaru, jumlah umat telah meningkat pesat, dan berdatarkan data paroki, hingga tahun 2011, jumlah umat mencapai 8.738 jiwa yang terdiri dari 1.078 KK. Jumlah yang tidak sedikit dan tentunya menjadi tantangan bagi seluruh umat dalam mempertahankan serta meningkatkan karya dan pelayanan di masa kini dan masa depan.
Jumlah umat diatas, tersebar dalam 15 lingkungan, dengan sebaran wilayah diantaranya adalah Wolowaru, Wolosoko, Wololele A & B, Detupau, Oka dan sekitarnya, hingga ke Wolofeo dan Wolosambi yang berbatasan langsung dengan paroki Moni.
Sebaran wilayah tersebut juga memiliki karakteristik tersendiri, terutama yang terkait dengan kondisi dan aksesibilitasnya, dimana ada lingkungan yang dapat dicapai dengan mudah, tetapi juga masih ada lingkungan yang cukup sulit untuk mencapainya dalam kondisi-kondisi tertentu, dan sebagai contohnya misalnya untuk mencapai lingkungan Wololele A, pastor Paroki harus melalui kampung Wolosoko, dan selanjutnya berjalan kaki menuju Wololele A. Walaupun telah memiliki akses jalan, tetapi kembali, pada kondisi-kondisi tertentu juga cukup sulit dilalui.
Paroki HAK Wolowaru, dengan ragam kondisinya, telah memberika warna tersendiri bagi perkembangan Wolowaru, dimana harapan bahwa kehadiran gereja tidak hanya membawa kabar gembira/suka cita, tetapi juga membawa nuansa lain yang akhirnya semakin memperkaya kita, untuk meneruskan jejak langkah yang telah terpatri pada masa awal eksistensi Paroki HAK Wolowaru menuju masa depan.

5 komentar:

  1. teringat masa kecil di sd dulu....bangun pagi-pagi ke gereja untuk rebutan jadi misdinar....hehehehe...viva wolowaru...selamat menyambut pesta intan paroki HAK Wolowaru...

    BalasHapus
  2. Pater Emile Cernay, SVD, dilahirkan di Slovakia pada tahun 1923, dan meninggal dunia pada tahun 2000. Beliau menjalani masa pensiun di Techny-Amerika Serikat.

    BalasHapus
  3. ternyata masih seperti dulu belum berubah juga gerejaku tercinta

    BalasHapus
  4. Tetap lah seperti yng dlu
    Gereja ku....

    BalasHapus